Jalur Kereta api Banjar-Cijulang atau kadang-kadang dipanggil jalur BanCi merupakan jalur kereta api yang menghubungkan
Stasiun Banjar dengan
Stasiun Cijulang. Jalur ini dulu merupakan jalur yang sibuk. Panorama jalur ini sangat indah mulai dari pegunungan hingga laut. Jalur Pangandaran-Cijulang ditutup pada 1981 akibat jalur yang sudah lanjut usia. Jalur Banjar-Pangandaran pun menyusul ditutup pada tahun 1984. Pada tahun 1997, jalur ini sempat diperbaiki dan berberapa lokomotif seperti
BB300 dan
D301 sempat lewat jalur banci ini. Namun jalur ini ditutup lagi saat krisis ekonomi yang melanda seluruh Asia. Jalur dan bantalan yang baru pasang pun dibongkar. Jalur ini merupakan dibawah kendali oleh
Daerah Operasi II Bandung.
Jalur
Kereta Api ini mempunyai banyak jembatan dan 3 terowongan yakni Terowongan Hendrik (100 m), Terowongan Juliana (250 m), dan Terowongan Sumber atau Wilhelmina ( 1.200 meter) . Salah satu jembatan dan terowongan merupakan paling panjang di Indonesia yaitu
Jembatan Cikacepit dengan panjang 1.200 meter dan
Terowongan Wilhelmina atau Terowongan Sumber.
[sunting]Latar Belakang Pembangunan Jalur Kereta Api Banjar-Cijulang
Pembangunan jalur kereta api ini diusulkan oleh pihak swasta pada masa pemerintah
Hindia Belanda. Terdapat berbagai argumentasi tentang perlunya dibangun jalur kereta api ini, yakni sebagai berikut.
Pada tahun yang sama, usul datang dari
H.J Stroband. Ia mengajukan konsesi pembangunan trem uap dengan jalur yang lebih pendek dari usulan Nellensteyn, yaitu Banjar-Banjarsari-Kalipucang-Cikembulan-Parigi-Cijulang. Namun, usulannya ditolak pemerintah.
Di samping itu, hasil pertanian yang melimpah di Priangan tenggara dan lembah Parigi merupakan pertimbangan lain di balik usul pembangunan jalur tersebut. Di kawasan itu banyak padi hasil panen petani yang sudah disimpan lebih dari enam tahun karena kesulitan dalam pengangkutan ke luar daerah. Ditambah lagi, seperti dikemukakan van Pabst, di sepanjang jalur Banjar-Cijulang banyak tanah yang bisa dimanfaatkan sebagai sawah dan tegal.
Selama ini hasil perkebunan dan pertanian dari Banjar hingga Parigi itu diangkut melalui jalur darat (roda) atau sungai (perahu) menuju
Cilacap (Jawa Tengah). Pengangkutan dengan cara ini membutuhkan waktu lama dan berbiaya tinggi. Dengan pembangunan jalur kereta di daerah tersebut, diharapkan hasil pertanian dan perkebunan bisa diangkut dengan cepat ke Banjar dan dari Banjar ke Cilacap.
[1] [2]
Pada akhir abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20 Cilacap merupakan salah satu pelabuhan paling ramai di Pulau
Jawa dan satu-satunya di pesisir selatan
Pulau Jawa. Pada masa itu produk pertanian dan perkebunan dari beberapa daerah di
Jawa Tengah dan
Priangan dikapalkan ke luar negeri melalui pelabuhan ini.
[3]
[sunting]Pembangunan Jalur Kereta Api Banjar Cijulang
Residen Priangan sendiri baru mengajukan pembangunan jalur kereta api Banjar-Parigi pada 1908. Pengajuan ini disertai nota Asisten Residen
Sukapura dan Kontrolir
Manonjaya. Alasan yang dikemukakan Residen Priangan tak jauh beda dengan yang dikemukakan kalangan swasta, yaitu untuk meningkatkan eksploitasi ekonomi dan pengembangan wilayah Priangan timur dan tenggara.
Setelah melalui pertimbangan yang cukup lama, berdasarkan undang-undang tanggal
18 Juli 1911, pemerintah kolonial memutuskan untuk membangun jalur kereta api Banjar-Kalipucang-Parigi. Pembangunan jalur ini sesuai dengan yang diusulkan Residen Priangan.
Meski demikian, pembangunan jalur tersebut harus ditunda karena muncul kritik dari anggota
Majelis Rendah Parlemen,
Lambert de Ram. Ia mengkritik jalur yang akan dibangun itu terlalu panjang dan akan memakan biaya sangat mahal. Ia mengusulkan agar jalurnya diubah, yakni dari Banjar langsung ke Cilacap melalui
Dayeuhluhur. Namun, usulannya dinilai tidak realistis karena Dayeuhluhur merupakan daerah berawa dan dikenal sebagai sarang
nyamuk malaria. Pembangunan jalur kereta melalui daerah ini malah lebih sulit dan memerlukan biaya lebih besar.
Pembangunan menurut rencana semula pun dilaksanakan. Ketika pembangunan jalur kereta sampai di Kalipucang, muncul usul lain. Usul ini disampaikan oleh Inspektur Sementara
StaatSpoor(Kereta Api Negara)
Radersma. Ia mengusulkan agar dari Kalipucang pembangunan tidak dilanjutkan ke Parigi, tetapi ke
Kawunganten. Alasannya, jalur ini lebih dekat menuju Cilacap. Namun, pembangunan jalur ini harus melalui lereng gunung yang ditumbuhi hutan dan terdapat batuan andesit yang hanya bisa dihancurkan dengan
dinamit. Akhirnya, usulan ini pun ditolak dan rencana semula diteruskan kembali.
Ketika pembangunan rel sudah sampai di Parigi, ternyata daerah itu dinilai kurang cocok sebagai ujung pemberhentian. Kemudian, pembangunan dilanjutkan 5 kilometer lagi hingga Cijulang. Cijulang dianggap cocok sebagai pemberhentian terakhir karena memiliki lembah unik yang dapat meneruskan jalur sampai
Tasikmalaya atau sepanjang pantai selatan sampai
Pameungpeuk.Jalur Banjar-Kalipucang resmi dibuka pada tanggal
15 Desember 1916 disusul dengan jalur Kalipucang-Cijulang yang dibuka pada tanggal
1 Januari 1921
[sunting]Rencana Pengembangan Jalur Kereta Api Banjar-Cijulang
Keberadaan jalur kereta api ini akhirnya menjadi tulang punggung sarana transportasi di wilayah Kabupaten Ciamis khususnya kawasan Banjar hingga Cijulang dan sekitarnya hingga dekade 1980-an. Hal ini dikarenakan
jalan raya yang menghubungkan Banjar-Cijulang dan kawasan sekitarnya belum berkembang dengan baik dan sarana transportasi darat saat itu masih terbilang langka. Mundurnya jalur ini hingga dihentikannya pada dekade 1980-an disebabkan karena persaingan dengan moda transportasi jalan raya yang semakin tumbuh dan berkembang. Disisi lain,
PJKA (
PT. Kereta Api Indonesia sekarang) mengalami kerugian dalam mengoperasikan jalur ini dan biaya perawatan dan perbaikan sarana dan prasarananya cukup mahal.
Dalam berbagai rencana pembangunan sarana transportasi khususnya di bidang perkeretaapian, revitalisasi pembangunan jalur ini dimasukkan dalam rencana pengembangan perekeretaapian khususnya di wilayah provinsi
Jawa Barat. Namun demikian, rencana ini terdapat kendala antara lain biaya investasi yang cukup tinggi.
Hal ini disebabkan karena masih banyak potensi dari kawasan ini yang belum dikelola secara optimal dikarenakan sarana dan prasarananya dianggap kurang memadai. Selain potensi Pariwisata di kawasan
Pangandaran higga
Cijulang. Kawasan ini menyimpan potensi di bidang Pertanian dan Perkebunan serta Pertambangan diantaranya
fosfat,
kalsit,
batu kapur dan
pasir besi khususnya di kawasan selatan Provinsi Jawa Barat.
[4]
[sunting]Jalur Terhubung